Agricultural and Biological Sciences Soil Science

Plant Growth and Agriculture Techniques

Description

This cluster of papers covers a wide range of topics related to soil science, plant nutrition, and sustainable agriculture. It includes research on soil fertility, organic farming, hydroponics, composting, and the analysis of fertilizers and soil properties. The papers also delve into crop production, horticulture, and the impact of environmental factors on plant growth.

Keywords

Soil Fertility; Plant Nutrition; Organic Farming; Crop Production; Horticulture; Hydroponics; Composting; Fertilizers; Soil Analysis; Sustainable Agriculture

KONSENTRASI KLOROFIL DAUN SEBAGAI INDIKATOR KEKURANGAN AIR PADA TANAMAN Nio Song Ai1) dan Yunia Banyo1) 1)Program Studi Biologi FMIPA Universitas SamRatulangi Manado, 95115;email: [email protected] ABSTRAK Kekurangan air mempengaruhi semua aspek … KONSENTRASI KLOROFIL DAUN SEBAGAI INDIKATOR KEKURANGAN AIR PADA TANAMAN Nio Song Ai1) dan Yunia Banyo1) 1)Program Studi Biologi FMIPA Universitas SamRatulangi Manado, 95115;email: [email protected] ABSTRAK Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, yang meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Salah satu respons fisiologis tanaman terhadap kekurangan air adalah penurunan konsentrasi klorofil daun yang dapat disebabkan oleh pembentukan klorofil dihambat, penurunan enzim rubisco, dan terhambatnya penyerapan unsur hara, terutama nitrogen dan magnesium yang berperan penting dalam sintesis klorofil. Kandungan klorofil daun dapat dipakai sebagai indikator yang terpercaya untuk mengevaluasi ketidakseimbangan metabolisme antara fotosintesis dan hasil produksi pada saat kekurangan air. Kata kunci: cekaman, fotosintesis, respons fisiologi THE CONCENTRATION OF LEAF CHLOROPHYLL AS WATER-DEFICIT INDICATOR IN PLANTS ABSTRACT Water deficit influences all aspects of plant growth including physiological, biochemical, anatomical and morphological processes. One of plant physiological responses to water deficit is the decrease of leaf-chlorophyll concentration because the chlorophyll synthesis is inhibited, the rubisco enzyme was reduced and the absorption of nutrients, especially nitrogen and magnesium that are required for chlorophyll synthesis, was inhibited. The concentration of leaf chlorophyll is able to be used as reliable indicator for evaluating unbalanced metabolism between photosynthesis and plant production under water deficit. Keywords: stress, photosynthesis, physiological response
Suatu penelitian telah dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh pemupukan anorganik dan organik terhadap tinggi tanaman, panjang dan lingkar tongkol serta bobot pipilan kering jemur jagung. Penelitian ini dilaksanakan di … Suatu penelitian telah dilakukan untuk melihat sejauh mana pengaruh pemupukan anorganik dan organik terhadap tinggi tanaman, panjang dan lingkar tongkol serta bobot pipilan kering jemur jagung. Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian milik keluarga M. Manoppo yang dimulai sejak bulan April 2009 sampai dengan Oktober 2009 di Desa Koka Kecamatan Tombulu Kabupaten Minahasa. Jumlah petak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 (dua puluh) petak yang ditempatkan secara acak dengan ukuran 2 x 2 meter dengan jarak tanam 50 cm x 70 cm dan jenis benih jagung yang digunakan adalah jagung hibrida (NUSANTARA 1). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), terdiri dari 5 kelompok dan 4 perlakuan yang terdiri dari T0 (tanpa pemupukan), T1 (pemupukan anorganik dengan dosis 3,67 kg/petak), T2 (pemupukan organik dengan dosis 1,4 kg/petak) dan T3 (menggabungkan pupuk anorganik dengan dosis 1,83 kg/petak dan pupuk organik dosis 0,7 kg/petak). Variabel yang diukur meliputi tinggi tanaman, panjang dan lingkar tongkol serta bobot pipilan kering jemur. Pengambilan data dilakukan disaat panen sampai dengan selesai penjemuran jagung yang telah dipipil. Data yang diambil kemudian ditabulasi dan diuji menurut analisis keragaman untuk melihat pengaruh perlakuan. Uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) dilakukan untuk melihat perbedaan antara masing-masing perlakuan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberi pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap panjang dan lingkar tongkol serta bobot pipilan kering jemur. Dari penelitian yang telah dilakukan diambil kesimpulan bahwa pemupukan dengan menggabungkan antara pupuk anorganik dan organik lebih meningkatkan produksi tanaman jagung baik itu panjang tongkol, lingkar tongkol dan bobot pipilan kering jemur.
Plant physiology: a treatise , Plant physiology: a treatise , مرکز فناوری اطلاعات و اطلاع رسانی کشاورزی Plant physiology: a treatise , Plant physiology: a treatise , مرکز فناوری اطلاعات و اطلاع رسانی کشاورزی
Thlaspi caerulescens has a remarkable ability to hyperaccumulate Zn from soils containing mostly nonlabile Zn. The present study shows that rhizosphere microbes play an important role in increasing the availability … Thlaspi caerulescens has a remarkable ability to hyperaccumulate Zn from soils containing mostly nonlabile Zn. The present study shows that rhizosphere microbes play an important role in increasing the availability of water-soluble Zn in soil, thus enhancing Zn accumulation by T. caerulescens. The addition of bacteria to surface-sterilized seeds of T. caerulescens sown in autoclaved soil increased the Zn concentration in shoots 2-fold as compared to axenic controls; the total accumulation of Zn was enhanced 4-fold. When the same experiment was conducted with Thlaspi arvense, a nonaccumulator, bacteria had no effect on shoot Zn accumulation although they increased water-soluble Zn concentrations available to both Thlaspi species by 22−67% as compared to the axenic controls. Further evidence that bacteria increase the availability of water-soluble Zn in soil was obtained when liquid media that had supported bacterial growth mobilized 1.3−1.8-fold more Zn from soil as compared to axenic media. Other experiments with agar media showed that bacteria did not facilitate an increase in the rate of soluble Zn transport into the root nor did they enlarge the surface area of the roots of either Thlaspi species. Thus, the bacterially mediated increase in the dissolution of Zn from the nonlabile phase in soil may enhance Zn accumulation in T. caerulescens shoots.
<p>The Role of Growth Regulator in Tissue Culture Plant<br />Propagation. Endang G. Lestari. In plant tissue culture,<br />growth regulator has significant roles such as to control root<br />and shoot development … <p>The Role of Growth Regulator in Tissue Culture Plant<br />Propagation. Endang G. Lestari. In plant tissue culture,<br />growth regulator has significant roles such as to control root<br />and shoot development in the plant formation and callus<br />induction. Cytokinin and auxin are two prominent growth<br />regulator. Cytokinin consists of BA (benzil adenin), kinetin<br />(furfuril amino purin), 2-Ip (dimethyl allyl amino purin), and<br />zeatin. While auksin covers IAA (indone acetic acid), NAA<br />(napthalene acetic acid), IBA (indole butiric acid) 2.4-D (2.4-<br />dicholophenoxy acetic acid), dicamba (3,6 dicloro-O-anisic<br />acid), and picloram (4-amino 3,5,6-tricloropicolinic acid).<br />The emphasis of plant growth purposes decide the use of<br />growth regulator. Cytokinin is applied mainly for the purpose<br />of shoot, while auxin is mainly used for the purpose of root<br />and callus. The application of growth regulator application is<br />varied, depending on the genotype and physiological<br />condition of the plant. The existence of a certain growth<br />regulating substances can enhance growth regulator activity<br />of other substances. The type and concentration of the<br />appropriate growth regulators for each plant is not the same<br />because it depends on the genotype and physiological<br />condition of plant tissue. However so often both are<br />frequently required depend on the ratio/ratio of auxin<br />cytokines or vice versa. The existence of a certain growth<br />regulating substances can enhance growth regulator activity<br />of other substances. The type and concentration of the<br />appropriate growth regulators for each plant is not the same<br />because it depends on the genotype and physiological<br />condition of plant tissue. For the propagation, multiple and<br />adventive shoots along with embriosomatic formation could<br />be applied. The seedling is obtained from one somatic cell.<br />Here, strong auxin, such as dicamba and picloram 2.4-D, is<br />utilized for callus production. For this reason, seedling per<br />unit could be produced more than that of organogenesis.</p>
Abstrak : Pupuk organik berperan dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik. Kualitas dan komposisi pupuk organik bervariasi tergantung dari bahan dasar kompos dan … Abstrak : Pupuk organik berperan dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik. Kualitas dan komposisi pupuk organik bervariasi tergantung dari bahan dasar kompos dan proses pembuatannya. Penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) serta bahan organik insitu, perlu diintensifkan untuk mendukung pemanfaatan pupuk organik non komersial dan pemulihan kesuburan tanah.Pemberdayaan masyarakat dan kelompok tani dalam pengadaan pupuk organik dapat dilakukan melalui: a) melatih petani membuat pupuk organik insitu yang berasal dari kotoran ternak dan sisa tanaman yang dikomposkan;b) mendorong petani melakukan diversifikasi usaha pertanian berbasis ternak; dan c) mendorong petani melakukan pengelolaan bahan organik insitu terutama pada lahan kering. Pemanfaatan pupuk organik telah diterapkan dalam sistem budidaya pertanian organik (organic farming) dan System rice of intensification (SRI). Pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik, telah diterapkan dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT), sistem integrasi padi/palawija dan ternak (SIPT), sistem pertanian mandiri yang mengintegrasikan ternak dan tanaman crop livestock system (CLS). Abstract: It is inevitable that organic fertilizer plays a major role in increasing the fertility of the physical, chemical and biological as well as the efficient use of inorganic fertilizers. The main composition of organic fertilizer when it decomposes will consist of mostly water and cellulose, hemiselulose, lignin, and a small portion main macro nutrients, secondary macro nutrients, micro elements and silica. There is also a growth regulating enzymes and vitamins as a byproduct of microbial decomposition. The main component or specific parameters have a major role and the speed of the process of transformation of organic fertilizer into the form of mineral nutrients and the end product is humus. The significance of organic fertilizer is widely recognized by agricultural researchers and practitioners. In addition the use of organic fertilizers in paddy fields and dry land cultivation system of agriculture that combines inorganic fertilizer and organic, has strived implemented by the government in this case the Ministry of Agriculture that the system of integrated crop management (ICM), system integration paddy/crops and livestock (SIPT), an independent agricultural systems that integrate livestock and crop plants livestock system (CLS). If the awareness of farmers on the use of organic fertilizers increases, the availability of both in situ and have to come from outside should be available in sufficient quantity and good quality. Technological innovation of Agricultural Research and Development Agency to support the use of organic fertilizers continue to research and develop. Currently available guidebooks and technological innovation, such as land management guidelines, management guidelines of organic materials and organic fertilizer, granular organic fertilizer product (Tithoganik, POG, POCr), and decomposers products to accelerate the process of decomposition (such as M-dec). Opportunities and challenges in increasing stakeholder awareness is not a barrier in optimizing organic fertilizer. The key is the synergistic integration between institutions regulatory, technical institutions, Research Agency, producers and users in the implementation of socialization, production, guidance and supervision.
Abstract: This article aims to provide knowledge and understanding to teachers about the concepts and characteristics of Higher Order Thinking Skills (HOTS) assessments in depth and to improve the skills … Abstract: This article aims to provide knowledge and understanding to teachers about the concepts and characteristics of Higher Order Thinking Skills (HOTS) assessments in depth and to improve the skills of teachers in developing HOTS assessments. To achieve these goals, this article is supported by various literatures sourced from research journals, reference books, modules, the internet, and other sources relevant to the topic of developing the HOTS assessment. From the data that has been collected from various references, the following picture can be obtained: 1) HOTS assessments are questions that generally measure abilities in the realm of analyzing (analyzing-C4), evaluating (evaluating-C5), and creating (creating-C6) . The characteristics of HOTS are: measuring high-level thinking skills, based on contextual problems, not routine (not familiar), and using various forms of questions; 2) the steps for writing HOTS item items are: a) analyzing KD that can be made HOTS items, b) compiling a grid of questions, c) choosing an interesting and contextual stimulus, d) writing questions according to the grid, e) create scoring guidelines (rubrics) or answer keys; 3) The advantage of the HOTS assessment is that it increases students' learning motivation and increases the achievement of learning outcomes; 4) While the strategy for preparing HOTS questions is carried out by involving all components of stakeholders in the education sector from the central to the regional levels, in accordance with their respective main tasks and authorities. Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada guru tentang konsep dan karakteristik penilaian Higher Order Thinking Skills (HOTS) secara mendalam dan untuk meningkatkan keterampilan para guru dalam mengembangkan penilaian HOTS. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, artikel ini ditunjang dengan berbagai literatur yang bersumber dari jurnal penelitian, buku referensi, modul, internet, dan sumber lainnya yang relevan dengan topik pengembangan penilaian HOTS. Dari data yang berhasil dihimpun dari berbagai referensi dapat diperoleh gambaran sebagai berikut: 1) penilaian HOTS adalah Soal-soal yang pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6). Karakteristik HOTS yaitu: mengukur kemampuan berfikir tingkat tinggi, berbasis permasalahan kontekstual, tidak rutin (tidak akrab), dan menggunakan bentuk soal yang beragam; 2) langkah menulis item soal HOTS adalah: a) menganalisis KD yang dapat dibuat item HOTS, b) menyusun kisi-kisi soal, c) memilih stimulus yang menarik dan kontekstual, d) menulis butir pertanyaan yang sesuai dengan kisi-kisi, e) membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban; 3) Keuntungan dari penilaian HOTS adalah meningkat motivasi belajar siawa dan meningkatkan pencapaian hasil belajar; 4) Sedangkan strategi penyusunan soal-soal HOTS dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen stakeholder di bidang pendidikan mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, sesuai dengan tugas pokok dan kewenangan masing-masing.
Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH), khususnya Ascaris lumbricoides, masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di wilayah dengan sanitasi buruk. Penggunaan obat sintetik jangka panjang berisiko menimbulkan resistensi dan efek samping. … Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH), khususnya Ascaris lumbricoides, masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di wilayah dengan sanitasi buruk. Penggunaan obat sintetik jangka panjang berisiko menimbulkan resistensi dan efek samping. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas getah pepaya (Carica papaya) sebagai alternatif anthelmintik alami melalui perubahan morfologi telur Ascaris lumbricoides sebelum dan sesudah perlakuan. Kajian dilakukan dengan metode tinjauan literatur dari database Google Scholar dan ResearchGate terhadap artikel yang diterbitkan antara tahun 2021 hingga 2025, mencakup studi in vitro dan in vivo. Hasil menunjukkan bahwa getah pepaya mengandung enzim papain serta senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, dan saponin yang mampu merusak lapisan kutikula telur cacing. Perubahan morfologi ditandai dengan pecahnya membran, hilangnya integritas struktur, dan hambatan perkembangan embrio. Efek ini menunjukkan bahwa getah pepaya berpotensi digunakan sebagai agen anthelmintik alami yang efektif dan aman. Diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk mengkonfirmasi efektivitas dan keamanan penggunaan getah pepaya dalam terapi infeksi STH.
Penggunaan perangkap cahaya (light trap) untuk monitoring dan pengendalian populasi kumbang Lepidiota stigma sangat membantu menekan populasi hama uret. Karena itu tujuan dari penelitian ini ialah mengamati ketertarikan kumbang L. … Penggunaan perangkap cahaya (light trap) untuk monitoring dan pengendalian populasi kumbang Lepidiota stigma sangat membantu menekan populasi hama uret. Karena itu tujuan dari penelitian ini ialah mengamati ketertarikan kumbang L. stigma terhadap beberapa sumber cahaya perangkap dan tanaman di sekitar kebun. Pengamatan dilakukan di petak M7, M13, M15 dan M28, Kebun Sumberlumbu serta petak J24 Kebun Onggoboyo, Kediri pada musim tanam 2024/2025. Sumber cahaya perangkap yang digunakan ialah lampu spotlight halogen, lampu Self ballasted High-pressure Mercury Vapour (SHMV), lampu Merkuri, lampu LED dan lampu darurat. Hasil pengamatan menunjukkan kumbang lebih tertarik pada sumber cahaya dari jenis lampu spotlight halogen. Kumbang L. stigma hinggap dan makan dedaunan dari beberapa pepohonan diantaranya asam (Tamarindus indica), rumput gajah (Pennisetum purpureum), trembesi (Samanea saman), kembang telekan (Lantana camara) dan petai (Parkia speciosa).
Rosella flowers can be used in the form of food and drinks that are beneficial for health. The anthocyanin content in Rosella flowers can be used as a natural dye … Rosella flowers can be used in the form of food and drinks that are beneficial for health. The anthocyanin content in Rosella flowers can be used as a natural dye and also as an antioxidant. The purpose of the Community Service activity is to utilize rosella flowers to increase health immunity and use natural ingredients as nutritious food to reduce high blood pressure. The methods used in this community service activity are socialization methods, questionnaires and pudding making practices. The activity went well and smoothly according to the series of activity schedules listed in the agenda. Increased public knowledge about the material from the pretest value from the previous 89.17% to 95.83%. The level of public satisfaction with the implementation of the activity was 96% so it can be concluded that the public is satisfied with the implementation of the Community Service activity.
BBLR merupakan kondisi bayi yang terlahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Dan menjjadi penyebab kematian tertinggi pada neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian … BBLR merupakan kondisi bayi yang terlahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram. Dan menjjadi penyebab kematian tertinggi pada neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di RSUD Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Metode Penelitian menggunakan desain observasional analitik case control dengan pendekatan retrospektif. Data dikumpulkan dari rekam medis ibu bersalin di RSUD Wonosari selama tahun 2024. Sampel yang diambil yaitu 176 sampel dengan tehnik pengambilan sampel untuk kelompok kontrol dan kasus 1:1 dengan random sampling system. Instrument penelitian menggunakan master tabel dan rekam medis. Variabel yang diteliti meliputi usia ibu, paritas, pendidikan, anemia. Uji statistik penelitian ini menggunakan chi-square. Dari 176 bayi yang diteliti, 88 mengalami BBLR dan 88 yang tidak BBLR. Analisis menunjukkan bahwa usia ibu (p-value = 0,000), pendidikan (p-value = 0,016), anemia (p-value = 0,000) mempunyai hubungan yang signifikan dengan berat badan lahir rendah di RSUD Wonosari Gunungkidul dan dari paritas ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan berat badan lahir rendah di RSUD Wonosari Gunungkidul dengan nilai p = 0,647 (p > 0.05). Kesimpulan: Faktor-faktor seperti usia, pendidikan berhubungan dengan kejadian BBLR dan paritas ibu tidak berhubungan dengan BBLR Saran: Penelitian ini menekankan perlunya perhatian lebih terhadap faktor-faktor tersebut dalam upaya pencegahan BBLR, serta meningkatkan edukasi kesehatan bagi ibu hamil, serta perlu penelitian lebih lanjut oleh peneliti di masa yang akan datang, Kata kunci: Berat Badan Lahir Rendah, usia ibu, paritas, pendidikan, anemia
The Sambung Nyawa plant (Gynura procumbens) is known to have various benefits, including as an antibacterial. This study aims to identify and evaluate the antibacterial properties of secondary metabolites from … The Sambung Nyawa plant (Gynura procumbens) is known to have various benefits, including as an antibacterial. This study aims to identify and evaluate the antibacterial properties of secondary metabolites from endophytic fungi isolated from Sambung Nyawa leaves against Staphylococcus epidermidis and Staphylococcus aureus bacteria. Fungi were isolated and then fermented for 7 days using Nutrient Broth media. Antibacterial activity was evaluated using agar diffusion technique, with zone of inhibition as an indicator of activity. The results showed that IFDSN 2 fungal isolate had the highest zone of inhibition, with a very strong category against S. aureus and strong against S. epidermidis. This finding supports the potential of endophytic fungi as an environmentally friendly natural antibacterial source.
Pekerjaan pondasi dalam tiang pancang merupakan upaya untuk mendukung kekuatan struktur atas. Pengaruh besar beban yang dipikul, karakteristik tanah dan jenis bahan dapat mempengaruhi penentuan pondasi dalam yang digunakan. Untuk … Pekerjaan pondasi dalam tiang pancang merupakan upaya untuk mendukung kekuatan struktur atas. Pengaruh besar beban yang dipikul, karakteristik tanah dan jenis bahan dapat mempengaruhi penentuan pondasi dalam yang digunakan. Untuk menghitung daya dukung tiang pancang dapat dihitung dengan metode statis yang menggunakan data sondir (SPT/CPT) dan metode dinamis yang menggunakan data uji kalendering dan uji PDA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang berdasarkan data sondir, uji kalendering dan uji PDA, kemudian daya dukung tiang pancang pada perencanaan sebagai verifikasi perhitungannya. Pondasi tiang yang dianalisis yaitu tiang 5 dan 6 yang merupakan tiang yang menerima beban dan tinggi pilar paling besar, dan tiang 2 merupakan tiang yang menerima beban dan tinggi pilar paling kecil. Daya dukung statis menggunakan rumus Mayerhoff, Metode Briaud, et al dan Metode L. Decourt. Sedangkan daya dukung dinamis menggunakan metode Hilley, Janbe, dan Danish. Hasil perhitungan daya dukung tiang pancang telah memenuhi syarat yang memiliki daya dukung tiang melebihi nilai desain perencanaan T1 sebesar 17.24 ton, T5 sebesar 16.98 ton, dan T6 sebesar 17.47 ton Hasil pekerjaan tiang pancang talang air di BPm 6 daya dukung terpasang memiliki SF lebih besar sama dengan 1.7 sehingga kontruksi yang terpasang pada pondasi dalam talang air tersebut aman.
Agathis is one of the coniferous plants that belongs to the Araucariacea. This tree has a large trunk with few branches and is an ever green tree. Agathis stems are … Agathis is one of the coniferous plants that belongs to the Araucariacea. This tree has a large trunk with few branches and is an ever green tree. Agathis stems are generally used as furniture and as raw materials for pulp, It is different from its coppicing wood that has not been widely researched. This study aims to determine the fiber quality of coppicing wood in Agathis borneensis as a producer of pulp and paper raw material fibers, through the calculation of the dimensions and fiber derivatives value. The research was conducted at the Laboratory of Biology and Wood Preservation, Faculty of Forestry, Mulawarman University. The material used is the Agathis borneensis wood trubus trunk with a height of 7 m and a diameter of 25 cm, The parts taken are from the base, middle, and end of the coppice trunk. The fiber separation process (maceration process) uses the Schultze method and a comparison table of fiber requirements as pulp and paper raw materials. The results of fiber maceration which includes length, diameter, lumens and fiber wall thickness are calculated as well as the value of fiber derivatives. The results of the study obtained an average fiber length value of 1469 μm ("short" category), an average fiber diameter of 43 μm ("large" diameter category), an average lumen diameter of 35 μm ("very large" category) and an average fiber wall thickness of 4 μm ("thin" category). The results of the calculation of the average value of the Runkel ratio are 0.24. Felting power 34.63, Flexibility ratio 0.82, Coefficient of rigidity 0.10 and Muhlsteph percentage 31.69. Based on the calculation of fiber quality values, Agathis borneensis wood trubus has fibers that are included in the fiber quality class II, category of value 310 to 450, and can be recommended as pulp and paper material.
Karena porsi makan mereka 20% dari berat tubuhnya, berang-berang adalah salah satu hama yang paling merugikan petani ikan. Meskipun berbagai metode tradisional telah digunakan untuk membasmi hama ini, metode-metode ini … Karena porsi makan mereka 20% dari berat tubuhnya, berang-berang adalah salah satu hama yang paling merugikan petani ikan. Meskipun berbagai metode tradisional telah digunakan untuk membasmi hama ini, metode-metode ini dianggap tidak efektif dan tidak efisien. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membantu petani tambak mengawasi dan mengoptimalkan pengendalian hama berang-berang. Sistem ini menggunakan ESP32 sebagai mikrokontroler utama dan terintegrasi dengan Telegram, bersama dengan sensor ultrasonik HC-SR04 dan sensor PIR untuk mendeteksi hama. Selain itu, panel surya 10Wp dengan baterai 12V 5Ah berfungsi sebagai catu daya, yang memungkinkan sistem beroperasi secara mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensor HC-SR04 dan PIR mendeteksi objek dengan akurat hingga 4 meter dengan eror rata-rata < 0,2% dibandingkan jarak sebenarnya. Selain itu, panel surya bekerja paling baik pada cuaca cerah dengan suhu 31°C, menghasilkan nilai tegangan tertinggi 12,2V, tetapi pada cuaca mendung, dengan suhu 26°C, nilai tegangan hanya 10,4V. Ini menunjukkan adanya korelasi antara tegangan yang diserap dan cuaca, dengan nilai tegangan yang lebih tinggi cenderung meningkat ketika suhu lebih tinggi dan sebaliknya. Efektivitas sistem ini dibuktikan dapat mengurangi keberadaan hama sebesar 83,33% dihitung berdasarkan berdasarkan pengamatan terhadap 6 ekor hama (jumlah data terbatas). Data yang dihasilkan dikirim dalam bentuk notifikasi melalui Telegram secara real-time.
Vegetables are an indispensable food in every family's daily meals because of their nutritional ingredients for the human body. The objective of the study is to evaluate the possibility of … Vegetables are an indispensable food in every family's daily meals because of their nutritional ingredients for the human body. The objective of the study is to evaluate the possibility of growing Bok choy in pots in Thu Dau Mot city and determine the appropriate nutrient concentration for vegetables grown in the spring crop from January to March 2024. Research method includes: i) Preparation of nutrient solution to grow vegetables; and ii) Growing Bok choy and evaluating their growth: using nutrient solution from experiment 1 to grow with 6 treatments: NT1 to NT6 (where NT1 is the control and NT2 to NT6 correspond to nutrient concentrations of 1,200, 1,300, 1,400, 1,500 and 1,600 ppm). The results show that the highest yield of Bok choy was 25.2 ton/ha/crop, which was achieved at NT4 using the nutrient concentration of 1,400 ppm, and the lowest yield was at NT1 with 24.9 ton/ha/crop. Research suggests that nutrient concentrations at 1,400 ppm are suitable for Bok choy cultivation. The nutrient solutions show the potential to commercialize in the urban areas and serve as a reference for gardeners who use automatic methods of providing nutrients to plants through a drip irrigation system, saving water, fertilizer and reducing labor.
The objectives of this research were to study 1) the extension of mung bean after rice production the knowledge of beekeeping, 2) factors affecting the need to extend the cultivation … The objectives of this research were to study 1) the extension of mung bean after rice production the knowledge of beekeeping, 2) factors affecting the need to extend the cultivation of mung bean after rice production, and 3) problems and suggestions for extension of mung bean after rice production. The studied population consisted of 200 farmers who implemented mung bean extension after rice production and registered with the Department of Agricultural Extension in the crop year of 2023 and 2024 in Utumpornphisai District, Sisaket Province. Using Taro Yamane’s formula with a 95% confidence level, the sample size was determined to be 134 farmers. For simple random sampling, data collection was conducted through interviews, and data were analyzed using frequency, percentage, mean, standard deviation, and multiple regression analysis. The results indicated the followings: 1) The farmers had a high level of extension needs for mung bean cultivation in 2 areas, namely, individual extension, which requires a visit to their home or farm, and group extension, which requires study tours and conferences. 2) For factors affecting mung bean after rice production for farmers, it was found that there were no independent variables with a statistically significant relationship at the 0.05 levels. This means that difference in age, education level, experience in growing mung beans, experience in training, household labor, rice growing area, mung beans planting area behind rice fields, cost of growing mung beans, and average income from growing mung beans did not affect farmers growing mung beans behind their rice fields and 3) The farmes had problems at a high level regarding knowledge about mung bean varieties and post-harvest technology. They also suggested that there should be a group of mung bean growers and a learning plot arranged as a learning center to demonstrate and view the work of the farmers in the area.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pengasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju, yang bertujuan untuk mengetahui Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Cabai Rawit (Capsicum Frutenscens) di Desa Pangasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten … Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pengasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju, yang bertujuan untuk mengetahui Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Cabai Rawit (Capsicum Frutenscens) di Desa Pangasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju. Manfaat Penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan tentang usahatani cabai rawit (Capsicum frutescens) di Desa Pangasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju Metode Penelitian ini adalah menggunakan metode sensus terhadap petani yang melakukan usahatani cabai rawit. Sampel diambil secara heseluruhan dari populasi yang diteliti. Dari hasil sensus terhadap petani yang merupakan penghasil cabai rawit berjumlah 27 petani cabai rawit yang menanam cabai rawit di Desa Pangasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju Hasil penelitian Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Cabai Rawit (Capsicum Frutenscens) di Desa Pangasaan Kecamatan Tapalang Barat Kabupaten Mamuju adalah pendapatan petani responden usahatani cabai rawit per hektar sebesar Rp. 28.530.375. atau rata-rata Rp 1.056.680 Analisis R/C ratio diperoleh angka 53,51 . Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,51. sehinggga usahatani cabai rawit di Desa Pangasaan Kecamatan Tapalang dapat dikatakan layak untuk diusahakan..
Calamus acehensis (Rustiami), dikenal sebagai rotan jernang Aceh, merupakan tumbuhan endemik yang bernilai ekonomi tinggi di Provinsi Aceh. Jernang ini menghasilkan resin merah dari buahnya yang digunakan sebagai pewarna alami … Calamus acehensis (Rustiami), dikenal sebagai rotan jernang Aceh, merupakan tumbuhan endemik yang bernilai ekonomi tinggi di Provinsi Aceh. Jernang ini menghasilkan resin merah dari buahnya yang digunakan sebagai pewarna alami untuk kerajinan rotan serta dalam pengobatan tradisional, seperti obat luka, sakit kepala, dan pilis pasca melahirkan. Keunggulan C. acehensis dibandingkan jenis jernang lainnya terletak pada pertumbuhan yang cepat dan produksi resin yang tinggi pada usia muda. Pada usia dua tahun, tanaman ini sudah mencapai tinggi dua meter dan mulai berbuah. Ciri morfologi khas meliputi ruas batang hingga 50 cm, panjang daun sampai 2 meter, tangkai daun 35 cm, serta selubung daun berwarna hitam dengan duri panjang dan padat. Penelitian ini bertujuan mengkaji morfologi polen untuk menentukan sistem penyerbukan dan status taksonominya. Sampel polen diambil dari C. acehensis yang tumbuh di Desa Rieseh Tengoh, Aceh dan dari budidaya di Jambi. Analisis dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM. Hasil menunjukkan bahwa kedua sampel memiliki ukuran polen kecil, yaitu 1,212 µm (Aceh) dan 1,116 µm (Jambi), dengan bentuk aperture monocolpate tunggal dan ornamentasi eksin rata. Karakteristik ini menunjukkan potensi penyerbukan silang (xenogami) yang dibantu angin (anemogami), memberikan wawasan penting untuk konservasi dan budidaya jernang Aceh.
Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) secara intensif kini terus dikembangkan dalam industri akuakultur di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keberhasilan budidaya udang vaname terus diusahakan oleh pelaku usaha termasuk BPBAP Ujung … Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) secara intensif kini terus dikembangkan dalam industri akuakultur di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keberhasilan budidaya udang vaname terus diusahakan oleh pelaku usaha termasuk BPBAP Ujung Batee. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pertumbuhan udang vaname yang di budidayakan secara intensif pada media kolam bundar HDPE dan beton di BPBAP Ujung Batee. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan referensi terkait pemilihan wadah yang tepat dalam budidaya udang vaname secara intensif. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni hingga Agustus 2024. Metode pada penelitian ini adalah metode survei, dimana pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung di lapangan. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah Mean Body Weight (MBW), Avarage Daily Growth (ADG), biomassa, tingkat kelangsungan hidup (SR), dan rasio konversi pakan (FCR). Selain itu juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air berupa suhu, pH, Dissolved Oxygen (DO), salinitas, amonia, alkalinitas, nitrit, nitrat, dan fosfat. Hasil penelitian menunjukkan nilai MBW, ADG, Biomassa, dan SR dari udang vaname yang dibudidayakan pada media kolam beton lebih tinggi dari pada kolam HDPE. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai FCR pada kolam beton (1,4) lebih rendah dari pada FCR kolam HDPE (1,5). Hal ini berarti FCR kolam beton lebih baik dibandingkan FCR kolam HDPE. Parameter kualitas air menunjukkan hasil yang berbeda antara kolam HDPE dan kolam beton. Pada kolam HDPE, parameter kualitas air yang berada pada kisaran optimal yaitu pH, DO, dan fosfat, sedangkan pada kolam beton yaitu suhu, DO, dan Fosfat.
This study investigates the impact of water hyacinth (WH) bokashi applied on stockpiled topsoil from coal mining and utisols areas on maize growth and productivity. Water hyacinth, a locally abundant … This study investigates the impact of water hyacinth (WH) bokashi applied on stockpiled topsoil from coal mining and utisols areas on maize growth and productivity. Water hyacinth, a locally abundant weed, was processed into bokashi and applied to a mixture of post-mining soil and ultisol at varying concentrations (0%, 12%, 25%, and 50% w/w). Maize plants were cultivated in these media, and growth parameters such as plant height, stem diameter, forage biomass, total biomass, and maize yield were measured weekly. The study employed a Randomized Complete Block Design (RCBD) with four treatments, each replicated four times. Results were analysed using ANOVA and Duncan's Multiple Range Test. The findings demonstrated that WH bokashi could improve the C-organic, nitrogen, P2O5, K2O, and pH levels of the cultivation medium and enhanced maize growth and biomass production. The most effective treatment was 25-50% WH bokashi, which yielded the highest maize productivity. This research highlights the potential of water hyacinth bokashi as an organic amendment for improving degraded soils and supporting sustainable agriculture on reclaimed mining lands.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi mikoriza arbuskula pada stress kekeringan terhadap pertumbuhan, produktivitas dan efektivitas inokulasi FMA pada hijauan pakan Cichorium intybus L.. Penelitian ini terdiri dari dua … Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi mikoriza arbuskula pada stress kekeringan terhadap pertumbuhan, produktivitas dan efektivitas inokulasi FMA pada hijauan pakan Cichorium intybus L.. Penelitian ini terdiri dari dua faktor. Faktor pertama: Dosis inokulasi spora FMA terdiri dari 4 taraf yaitu D0: tanpa mikoriza; D1: 100 spora/ tanaman/ polybag; D2: 200 spora/ tanaman/ polybag; D3: 300 spora/ tanaman/ polybag. Faktor kedua: waktu penyiraman terdiri dari 2 taraf yaitu A1: 1 minggu; A2: 2 minggu, dengan 3 kali ulangan. Parameter yang diukur pertumbuhan tanaman (jumlah daun, lebar daun dan panjang tanaman), produktivitas (biomassa segar tajuk) dan efektivitas inokulasi FMA. Data yang diperoleh dianalisis variansi menurut rancangan acak lengkap pola faktorial, bila terdapat perbedaan dilakukan uji Duncan’s new Multiple Range Test (DMRT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza memberikan pengaruh signifikan (P<0,05) terhadap tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), biomassa (g), dan efektifitas inokulasi FMA (%). Dosis inokulasi tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah inokulasi FMA memberikan pengaruh terhadap jumlah daun, lebar daun, pajang tanaman chikori, serta meningkatkan biomassa segar dan efektivitas inokulasi meskipun pada kondisi ketersediaan air yang terbatas. Perlakuan D2 memberikan hasil terbaik. Secara dosis pemakaian perlakuan D1 lebih menguntungkan dan efisien dari segi penggunaannya.
Background: Land with acid sulfate soil type is suboptimal land for agricultural cultivation. Identification of mycorrhizae fungi diversity in acid sulfate soil is one of the critical strategies needed to … Background: Land with acid sulfate soil type is suboptimal land for agricultural cultivation. Identification of mycorrhizae fungi diversity in acid sulfate soil is one of the critical strategies needed to determine the quality of land and as a basis for determining land use for agriculture. Methods: The research was conducted at the Faculty of Agriculture, Tanjungpura University, Pontianak City, Indonesia. The research period from December 15th 2023, to January 15th 2024. Analysis the number of mycorrhizae spores and colonization was conducted at the plant disease laboratory. Analysis of the chemical properties of acid sulfate soil was conducted at the Soil Chemistry and Fertility Laboratory. The physical properties of acid sulfate soil were conducted at the Soil Physics and Land Conversion Laboratory. Result: Management of mycorrhizae fungi can be one strategy to improve plant growth and development in acid sulfate soil. The results of the study showed the types of mycorrhizae fungi in acid sulfate soil are Glomus sp., Scutelospora sp., Gigaspora sp. and Acaulospora sp., with the highest number of spores in the Glomus sp. type. The density of spores obtained in 50 g of acid sulfate soil ranges from 32 to 49 spores. Colonization of mycorrhizae fungi on various pioneer plants ranges from 25.00 to 95.48%, with the number of colonizations being in the Limnocharis flava type (95.48%).
This study aims to analyze the relationship between water depth and rice yields in tidal swamps in Melayu Ilir Village, Banjar Regency, South Kalimantan. Data collection was carried out during … This study aims to analyze the relationship between water depth and rice yields in tidal swamps in Melayu Ilir Village, Banjar Regency, South Kalimantan. Data collection was carried out during one planting season with periodic measurements of water depth and rice yields in tons/ha. The analysis was carried out using linear and polynomial regression to determine the best statistical model that represents the relationship between water depth and plant productivity. The results showed that the relationship between water depth and yields was negative and non-linear, with a third-order polynomial model as the best model (R² = 0.995). The optimal water depth to achieve maximum yields is in the range of 10–20 cm. Increasing water depth above 30 cm tends to cause a significant decrease in yields. This study provides a scientific basis for precise and sustainable irrigation management in swamps
The prospect of developing Tomato plants (Solanum lycopersicum L.) in Murung A Village, Batu Benawa District, Hulu Sungai Tengah Regency, South Kalimantan Province”. Total production is 52,892 kg with an … The prospect of developing Tomato plants (Solanum lycopersicum L.) in Murung A Village, Batu Benawa District, Hulu Sungai Tengah Regency, South Kalimantan Province”. Total production is 52,892 kg with an average of 4,408 kg/farmer. Income is the multiplication of total production by the current price, with an average of Rp 28,649,833,-/farmer. The average income obtained by farmers in one harvest season is Rp 18,676,545,-/farmer and the average profit obtained by tomato farmers is Rp 15,530,820.
Marginal alluvial soils are characterized by low fertility, acidic pH, and limited nutrient availability, which constrain agricultural productivity. This study investigated the effects of goat manure and liquid organic fertilizer … Marginal alluvial soils are characterized by low fertility, acidic pH, and limited nutrient availability, which constrain agricultural productivity. This study investigated the effects of goat manure and liquid organic fertilizer (POC) from tofu wastewater on okra growth and yield in alluvial soil. A completely randomized factorial design was employed with two factors: goat manure doses (50, 100, 150 g/polybag) and tofu wastewater POC concentrations (10%, 20%, 30%), each replicated three times, resulting in 27 experimental units. Soil analysis revealed significant improvements in chemical and physical properties after treatment application. Initial soil pH increased from 4.82 to 5.9, organic carbon content rose from 1.82% to 3.05%, total nitrogen increased from 0.16% to 0.42%, and available phosphorus improved from 18.3 ppm to 92.14 ppm. Physical properties also enhanced with bulk density decreasing from 1.62 to 1.24 g/cm³ and total porosity increasing from 34.21% to 46.37%. ANOVA analysis showed significant effects of POC concentration on plant height and fruit weight, with 20% concentration producing optimal results. Goat manure significantly influenced fruit weight, with the highest dose (150 g/polybag) yielding 89.44 g compared to 56.96 g at the lowest dose. No significant interactions were observed between the two factors. The results demonstrate that combined application of goat manure and tofu wastewater POC effectively transforms degraded alluvial soil into fertile growing medium, supporting sustainable okra production in marginal lands.
This study examines the carbon capture potential of mangrove ecosystems, focusing on the Randuboto mangrove conservation area. The total biomass in the area amounts to 172.031 tons/ha, with a carbon … This study examines the carbon capture potential of mangrove ecosystems, focusing on the Randuboto mangrove conservation area. The total biomass in the area amounts to 172.031 tons/ha, with a carbon storage capacity of 80.855 tons/ha and CO2 capture of 296.738 tons/ha. The sapling stratum, characterized by greater mangrove density, produces higher biomass and accommodates more carbon reserves compared to the mature tree stratum. Avicennia marina is identified as the most significant contributor to biomass, carbon storage, and CO2 absorption. Mangroves, through their dense root systems and photosynthetic processes, trap and store carbon both in their biomass and in waterlogged sediments, where decomposition is slowed. Additionally, tidal exchanges enhance carbon capture by promoting the deposition of organic material, further increasing carbon storage in coastal areas. These ecosystems play a crucial role in mitigating climate change by sequestering large amounts of carbon, protecting coastal habitats, and supporting biodiversity, emphasizing the need for their conservation in climate action strategies.
Trichoderma is used as a biological control agent, this fungus has microparasitic and antibiotic properties against soil-borne pathogens. This study aims to investigate the impact of Trichoderma on tomato growth … Trichoderma is used as a biological control agent, this fungus has microparasitic and antibiotic properties against soil-borne pathogens. This study aims to investigate the impact of Trichoderma on tomato growth and the progression of Fusarium wilt disease infection. The method used was the Complete Randomized Design (CRD) method. Data from the observation of the intensity of Fusarium wilt disease attack on tomato plants with treatments (P1, P2, P3, P4, P5) showed no significant differences. The treatment of Trichoderma on plant height, number of leaves, number of flowers, number of fruits, and intensity of attack did not have a significant effect in suppressing the development of Fusarium wilt disease infection in tomato plants. Trichoderma application treatment that had the highest effect on tomato plant growth was found in treatment P4 (tomato seedlings soaked for 25 minutes using Trichoderma). The treatment with the lowest intensity of Fusarium wilt attack was found in treatment P5 (Trichoderma incubation in the soil 10 days before planting), showing a better reduction in wilt intensity compared to other treatments.
The impact of nutrition sources in Gladiolus cv. Pusa Chandni: a field trial experiment using randomized block design was used to study growth and flowering parameters. A total of seven … The impact of nutrition sources in Gladiolus cv. Pusa Chandni: a field trial experiment using randomized block design was used to study growth and flowering parameters. A total of seven treatments containing control, RDF and corm priming and foliar application of coconut water were taken for study. Among the treatments, treatment T5-75% RDF + corm priming with 50% coconut water for 12 hrs + two sprays of 25% coconut water on plants at 15-day and 30-day stages resulted in maximum plant height (63.25±3.16 a), leaf width (2.65±0.05 a), number of spikes/plant (1.34±0.05 a), number of flowers/spike (14.20±0.70 a) and spike length (64.85±0.73 a), while these parameters were at a minimum in the control. In regards to the postharvest characteristics of gladiolus flowers, a total of five treatments containing distilled water, coconut water, and sucrose were studied and the treatment containing 50% coconut water + 50 % distilled water + 2% sucrose had the maximum vase life (10.67±0.15 a), florets opening % (81.33±0.12 a), maximum florets open at one time (5.33 ± 0.12 a) and minimum physiological weight loss % (18.68±0.03 e ), while spikes were held in holding solution T3-75% coconut water + 25% distilled water. 4% sucrose showed the maximum size of the floret (9.28±0.16 a).
Purple eggplant is a commodity with strong market prospects due to its relatively high economic value and rich nutritional content. Demand for eggplant continues to increase; however, this has not … Purple eggplant is a commodity with strong market prospects due to its relatively high economic value and rich nutritional content. Demand for eggplant continues to increase; however, this has not been matched by an increase in production. One of the strategies to enhance production is through the improvement of cultivation techniques. This study aims to evaluate the optimal combination of Dekamon plant growth regulator (PGR) concentrations and NPK Phonska Plus fertilizer doses on the growth and yield of purple eggplant (Solanum melongena L.). The research was conducted using a factorial experimental method in a Completely Randomized Design (CRD) consisting of two factors: PGR concentration (0, 2, and 4 ml/l) and NPK fertilizer dosage (20, 25, and 35 grams/plant). The results showed a significant interaction between PGR and fertilizer treatments on plant height, number of leaves, fruit weight, and number of fruits per plant at various observation times. The most effective combination was the application of Dekamon at 2 ml/l with NPK fertilizer at 25 grams/plant, which resulted in optimal plant growth and yield.
Kenezia Hermanus | LOGON ZOES Jurnal Teologi Sosial dan Budaya
Abstract: Gospel-centered songs are good and "healthy" songs for the congregation because they have significance as songs that express the believer's faith and relationship to God, which includes the identity … Abstract: Gospel-centered songs are good and "healthy" songs for the congregation because they have significance as songs that express the believer's faith and relationship to God, which includes the identity and work of God, as well as forming the identity and meaning of the believer's life. However, the content of songs sung is often not given much attention. Through this concern, the author will carry out expositional exegesis of three examples of Gospel-centered songs. First, the song of Moses and the Israelites from Exodus 15:1-21, which shows that the song emerged because the Israelites had seen concrete evidence of what God had done in their lives, namely saving and freeing them from slavery and long suffering. Second, Mary's song from Luke 1:46-56, which was raised out of great gratitude for the miraculous work of God's grace in the lowly personal life of Mary and her sinful nation. Third, the song of the Lamb from Revelation 4:8-11 and 5:8-14, which is a song that expresses the majesty of God, the Creator and the Redeemer. Through this research, it’s hoped that it can equip church leaders regarding Gospel-centered songs and their significance. Abstrak: Nyanyian rohani yang berdasarkan narasi Injil adalah nyanyian yang baik dan “sehat” bagi jemaat karena nyanyian rohani yang bernarasi Injil memiliki signifikansi sebagai nyanyian yang mengekspresikan iman dan relasi orang percaya kepada Allah, yang meliputi identitas dan pekerjaan Allah, serta memformasi identitas dan makna hidup orang percaya. Penulis akan melakukan eksegesis eksposisional dari tiga contoh nyanyian rohani bernarasi Injil dalam Alkitab. Pertama, nyanyian Musa dan bangsa Israel dari Keluaran 15:1-21, yang menunjukkan nyanyian muncul karena bangsa Israel telah melihat bukti nyata apa yang Allah telah lakukan dalam kehidupan mereka, yaitu menyelamatkan dan membebaskan mereka dari perbudakan dan penderitaan yang begitu panjang. Kedua, nyanyian Maria dari Lukas 1:46-56, yang dinaikkan dari rasa syukur yang besar atas karya anugerah Allah yang ajaib dalam kehidupan pribadi Maria yang rendah dan bangsanya yang berdosa. Ketiga, nyanyian Anak Domba dari Wahyu 4:8-11 dan 5:8-14, yang merupakan sebuah nyanyian yang mengungkapkan keagungan Allah, Sang Pencipta dan Sang Penebus. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperlengkapi para pemimpin gereja mengenai nyanyian rohani bernarasi Injil dan signifikansinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi keragaman morfologi dari tiga varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek), yakni varietas lokal Gronong, Vima-3, dan Vima-4, yang dibudidayakan di Kabupaten Grobogan sebagai salah … Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi keragaman morfologi dari tiga varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek), yakni varietas lokal Gronong, Vima-3, dan Vima-4, yang dibudidayakan di Kabupaten Grobogan sebagai salah satu sentra produksi utama di Jawa Tengah. Karakterisasi ini dilakukan berdasarkan parameter morfologi kualitatif yang mencakup struktur batang, daun, bunga, polong, dan biji. Pengamatan dilakukan secara deskriptif, kemudian dianalisis menggunakan pendekatan dendogram untuk mengevaluasi tingkat kekerabatan genetik antar varietas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat diferensiasi morfologis yang signifikan, terutama pada warna hipokotil, keberadaan antosianin, bentuk dan warna polong, serta bentuk biji. Varietas lokal Gronong menunjukkan karakteristik unik berupa kandungan antosianin yang tampak jelas pada hipokotil dan tangkai daun yang membedakannya secara konsisten dari varietas Vima-3 dan Vima-4 yang tidak mengandung antosianin. Analisis dendogram mengelompokkan varietas Vima-3 dan Vima-4 dalam satu klaster dengan tingkat kemiripan 60-70%, sedangkan varietas lokal Gronong membentuk klaster tersendiri dengan kemiripan hanya 10-20%. Keberagaman ini menandakan bahwa varietas lokal Gronong memiliki potensi tinggi sebagai sumber genetik untuk program pemuliaan tanaman dan konservasi plasma nutfah lokal, sekaligus referensi dalam pemilihan varietas unggul adaptif terhadap ekosistem spesifik di wilayah tropis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemilihan varietas kacang hijau yang sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat khususnya di wilayah Kabupaten Grobogan yang menjadi sentra produksi dan budidaya kacang hijau.Kata kunci: Kacang Hijau, Karakterisasi, Morfologi, Varietas Lokal
Jeruk sebagai komoditas pertanian utama di Indonesia, mempunyai peranan penting dalam industri dan pendapatan petani. Identifikasi jenis bibit jeruk merupakan tantangan besar, karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman petani sehingga menimbulkan … Jeruk sebagai komoditas pertanian utama di Indonesia, mempunyai peranan penting dalam industri dan pendapatan petani. Identifikasi jenis bibit jeruk merupakan tantangan besar, karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman petani sehingga menimbulkan potensi kerugian finansial dan waktu. Penelitian ini membandingkan metode Artificial Neural Network Backpropagation (JST-PB) dan fitur Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) pada identifikasi jenis bibit jeruk melalui citra urat daun. Pengambilan data dilakukan menggunakan kamera makro dengan sensor Samsung ISOCELL GM2, dengan berbagai ukuran cropping pada total dataset 1250 citra latih dan 625 citra uji. Metode JST-BP dan fitur GLCM memberikan tingkat akurasi sebesar 91,2% pada ukuran cropping 200x200 piksel, 87,2% pada ukuran cropping 250x250 piksel, 90,4% pada ukuran cropping 300x300 piksel, 95,2% pada ukuran cropping 300x300 piksel, dan 95,2% pada ukuran cropping 250x250 piksel. 350x350 piksel, dan tingkat akurasi tertinggi pada ukuran cropping 400x400 piksel mencapai 98,4%. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman identifikasi jenis bibit jeruk melalui citra urat daun, menonjolkan perbandingan antara metode JST-PB dan fitur GLCM pada berbagai ukuran pemangkasan citra.
Nina Herlina | Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora
Nama wilayah Priangan, semula adalah Sumedanglarang. Ketika diserahkan kepada Sultan Agung dari Mataram, namanya diubah menjadi Priangan. Selanjutnya sesudah jatuh ke tangan Pemerintah Hindia Belanda Gubernur Jenderal H.W. Daendels pada … Nama wilayah Priangan, semula adalah Sumedanglarang. Ketika diserahkan kepada Sultan Agung dari Mataram, namanya diubah menjadi Priangan. Selanjutnya sesudah jatuh ke tangan Pemerintah Hindia Belanda Gubernur Jenderal H.W. Daendels pada tahun 1808 menetapkan Priangan menjadi Prefectuur Preanger-Regentschappen dan pada masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Thomas Stamford Raffles, diganti menjadi Keresidenan Priangan, yang terdiri atas lima kabupaten yaitu; Bandung, Cianjur, Sumedang, Limbangan, dan Sukapura. Pemerintahan di setiap kabupaten dijalankan oleh kelompok aristokrasi lokal di bawah pengawasan penjajah. Kelompok aristokrasi lokal, yang disebut kaum ménak ini, terdiri atas para bupati, bawahan bupati, dan sanak kerabat mereka. Kaum menak memiliki gaya hidup (style of life) tersendiri, termasuk memiliki tempat tinggal khusus yang membedakan mereka dengan rakyat kecil. Dalam tulisan ini secara khusus akan diuraikan tentang tempat tinggal kaum menak di Priangan, sejak 1800 hingga 1942. Berbagai informasi yang beragam itu dikoroborasikan untuk menghasilkan suatu rekontruksi tentang tempat tinggal kaum menak di Priangan. Untuk itu dilakukan penelitian menggunakan metode sejarah yang terdiri atas empat tahap yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Untuk memberikan eksplanasi tentang tempat tinggal kaum menak diperlukan pendekatan yang bersifat multidimensi, selain pendekatan historis juga dilakukan pendekatan filologis, antropologis dan sosiologis.Tempat tinggal kaum menak semula bergaya aristektur seperti keraton dengan pendopo di depannya. Selanjutnya karena pengaruh Eropa, gaya arsitektur itu bercampur dengan gaya barat dan lebih dikenal sebagai regent-woning (rumah bupati) dengan perabotan yang bergaya keraton.
Pasar adalah tempat transaksi barang dengan berbagai pedagang yang sering menjadi sumber sampah organik, termasuk limbah ikan, tempe busuk, buah, dan sayur, yang menjadi tempat berkembang biaknya lalat. Lalat, sebagai … Pasar adalah tempat transaksi barang dengan berbagai pedagang yang sering menjadi sumber sampah organik, termasuk limbah ikan, tempe busuk, buah, dan sayur, yang menjadi tempat berkembang biaknya lalat. Lalat, sebagai vektor penyakit, dapat menyebarkan infeksi saluran pencernaan, infeksi mata, dan penyakit kulit. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variasi umpan limbah ikan, tempe busuk, limbah buah, dan limbah sayur terhadap kepadatan lalat yang terperangkap pada lem perekat di Pasar Pabaeng Baeng Kota Makassar. Metode yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi-experiment) dengan dosis 10 gram untuk setiap jenis umpan dan 3 kali replikasi. Hasil uji statistik One-Way ANOVA menunjukkan bahwa variasi umpan memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah lalat yang terperangkap (P=0.006). Umpan limbah ikan terbukti paling efektif dalam menarik lalat, hal ini disebabkan oleh tekstur yang lembek dan kandungan darah yang tinggi pada limbah ikan. Berdasarkan temuan ini, disarankan kepada pedagang pasar untuk memanfaatkan limbah ikan, buah, dan sayur sebagai umpan pada lem perekat untuk mengurangi populasi lalat di pasar, yang dapat meningkatkan kebersihan dan mengurangi risiko penularan penyakit. Kata Kunci : Lalat; Lem Perekat; Variasi Umpan
Lindi yang berasal dari tempat pembuangan akhir merupakan air limbah yang sangat tercemar yang dapat menyebabkan permasalahan seperti pencemaran udara, pencemaran tanah dan juga pencemaran air di sekitar TPA (Tempat … Lindi yang berasal dari tempat pembuangan akhir merupakan air limbah yang sangat tercemar yang dapat menyebabkan permasalahan seperti pencemaran udara, pencemaran tanah dan juga pencemaran air di sekitar TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maka dari itu perlu dilakukan pengolahan dan dengan memanfaat sisa kulit buah yang dibuat menjadi eco enzyme yang dapat bermanfaat untuk mengurangi sampah dan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan lindi. Jenis penelitian ini merupakan penelitian quasy eksperimen atau eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan eco enzyme dalam mendegradasi bahan organik pada lindi, dengan melakukan penambahan langsung eco enzyme pada sampel lindi TPA. Pengujian terhadap sampel sebelum dan setelah perlakuan menggunakan eco enzyme untuk menurunkan kadar bahan organik yakni kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) pada lindi dengan melakukan pengulangan sebanyak 3 kali dengan variasi waktu tinggal 2 hari, 5 hari dan 10 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh penambahan eco enzyme dalam menurunkan kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yaitu, pada waktu tinggal 2 hari terdapat penurunan pada kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dengan rata-rata penurunan 34%, pada waktu tinggal 5 hari diperoleh rata-rata penurunan pada kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) sebanyak 61,6% dan 77,1%, dan pada waktu tinggal 10 hari rata-rata penurunan sebanyak 71% dan 78%, dengan mengacu pada baku mutu Permen LHK No. P.59/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 (BOD maksimal 150 mg/L dan COD maksimal 300 mg/L). Kesimpulan dari hasil yang diperoleh bahwa penggunaan eco enzyme mampu mendegradasi bahan organik pada lindi. Kata Kunci : BOD,COD, Eco Enzyme, Air Lindi
Inpago rice seed is suitable for planting in dryland conditions, such as Bangkalan Regency. This seed could tolerate dry weather or climatic conditions. However, this seed is not the seed … Inpago rice seed is suitable for planting in dryland conditions, such as Bangkalan Regency. This seed could tolerate dry weather or climatic conditions. However, this seed is not the seed choice currently used by farmers in Burneh District. The purpose of this study is to explore farmers’s level of satisfaction with the use of Inpago rice seeds and to find out how they perceive the use of Inpago rice seeds in Burneh District. The sample-used was 43 respondents using a simple random sampling. Data analysis uses the Customer Satisfaction Index (CSI) and Importance Performance Analysis (IPA). The research showed that the farmer satisfaction index value was 87.51%, meaning that farmers' satisfaction with the attributes of Inpago rice seeds was classified as very satisfied, with an average conformity level of 97.00%, shows that farmers have a positive perception of Inpago rice seeds. Advice that can be recommended to farmers to meet satisfaction is to pay attention to the age of the seedlings before transplanting. After harvesting, the quality of grain and rice can be evaluated based on attributes such as color, size, aroma, and texture to meet farmers' expectations.
Plintahan Village is one of the villages in Pandaan District, Pasuruan Regency, East Java that has the potential for developing melon (Cucumis melo L.) cultivation. However, melon production in Plintahan … Plintahan Village is one of the villages in Pandaan District, Pasuruan Regency, East Java that has the potential for developing melon (Cucumis melo L.) cultivation. However, melon production in Plintahan Village is still relatively low due to the lack of farmer knowledge about melon cultivation and the high level of pest and disease attacks due to uncontrolled environmental factors. Efforts that can be made to optimize land through melon cultivation are by developing melon cultivation in screenhouses, applying natural Plant Growth Regulators (PGRs) with shallot extract, bamboo shoots, and coconut water, and providing KNO3 fertilizer. The growth parameters observed were plant height and number of leaves. Based on these parameter data, a plant growth model was then made. The results of the study showed that the use of natural PGRs from a mixture of bamboo shoots, coconut water, shallots, and KNO3 fertilizer affected the height and number of leaves on melon plants. Cultivation carried out on melon plants in screenhouses provides benefits for the yield and growth of melon plants, namely preventing pest and disease attacks, and reducing the effects of environmental stress. Melon cultivation in screenhouses with the application of natural PGRs and KNO3 fertilizer can be one effort in optimizing land.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai pengaruh variasi jumlah mata pisau, kecepatan putaran mesin, dan ukuran saringan terhadap kinerja mesin penggiling jagung. Mesin penggiling jagung yang digunakan dilengkapi dengan motor … Penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai pengaruh variasi jumlah mata pisau, kecepatan putaran mesin, dan ukuran saringan terhadap kinerja mesin penggiling jagung. Mesin penggiling jagung yang digunakan dilengkapi dengan motor gerinda dan dilengkapi dengan tiga variasi jumlah mata pisau (2, 3, dan 4 bilah), dua kecepatan putaran mesin (50% dan 100%), serta dua ukuran saringan (3 mm dan 6 mm). Pengujian dilakukan untuk mengukur kapasitas produksi dan kecepatan penggilingan berdasarkan kombinasi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi jumlah mata pisau dan kecepatan putaran berpengaruh signifikan terhadap waktu penggilingan. Penggunaan 2 bilah mata pisau dengan kecepatan putaran 100% pada saringan 6 mm menghasilkan waktu penggilingan tercepat, yaitu 14,93 detik. Sementara itu, peningkatan jumlah mata pisau justru mengurangi efisiensi produksi, terutama pada kecepatan putaran yang lebih tinggi. Selain itu, saringan berukuran 6 mm cenderung menghasilkan kapasitas produksi yang lebih besar dibandingkan dengan saringan 3 mm. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai efisiensi maksimal dalam penggilingan jagung, kombinasi yang paling optimal adalah penggunaan 2 bilah mata pisau, kecepatan putaran 100%, dan saringan 6 mm. Hasil ini menunjukkan bahwa mesin penggiling jagung yang diuji mampu memberikan hasil yang stabil dan dapat diandalkan dengan variasi parameter yang berbeda.
Kefir merupakan minuman fermentasi yang dalam pembuatannya ditambahkan bakteri asam laktat dan yeast dengan starter murni ataupun grain. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh subtitusi susu kambing dengan ekstrak … Kefir merupakan minuman fermentasi yang dalam pembuatannya ditambahkan bakteri asam laktat dan yeast dengan starter murni ataupun grain. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh subtitusi susu kambing dengan ekstrak biji bunga matahari pada pembuatan kefir optima terhadap WHC (Water Holding Capacity), sineresis dan organoleptik. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan (P1=80%:20%, P2=60%:40%, P3=50%:50%, P4=40%:60%, P5=20%:80%) dan 4 kali pengulangan. Data analisis WHC dan sineresis diolah menggunakan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan, untuk uji organoleptik diolah menggunakan uji Kruskall-Wallis dan uji lanjut Man-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan subtitusi susu kambing dengan ekstrak biji bunga matahari tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap WHC, namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sineresis dan organoleptik yaitu warna, aroma, rasa, tekstur dan total penerimaan (Overall). Perbandingan terbaik yaitu 80%:20% (P1) dengan hasil WHC 62,92%, sineresis 48% dan organoleptik paling disukai.Kata Kunci : Kefir, Subtitusi, WHC, Sineresis, Organoleptik
A field experiment was conducted in the field at Himalayan University, Jollang, Arunachal Pradesh during the rabi season of the year 2020- 2021. The field trial was designed based on … A field experiment was conducted in the field at Himalayan University, Jollang, Arunachal Pradesh during the rabi season of the year 2020- 2021. The field trial was designed based on Randomized Block Design (RBD) with four replications and six treatments. The treatments consist of three factors namely vermicompost (0, 1 & 2 kg) Neem cake (0, 0.25 & 0.5 t/ha and SSP (single super phosphate) (4 g). The result shows that the application of different level of the combination of vermicompost and neem cake increased the growth of field peas. It was also concluded from the trial that the application of fertilizer in treatment T2 (Vermicompost 50%+ neemcake 50%) was found to increase growth attributes.
Latar Belakang: Dedak padi umumnya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sering dianggap sebagai limbah dari proses penggilingan padi. Padahal, dedak padi mengandung senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian … Latar Belakang: Dedak padi umumnya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sering dianggap sebagai limbah dari proses penggilingan padi. Padahal, dedak padi mengandung senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi dedak padi sebagai agen antibakteri, khususnya terhadap Staphylococcus aureus, melalui uji aktivitas antibakteri dan mekanisme kebocoran membran sel. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan dedak padi dengan menguji aktivitas antibakterinya serta mekanisme kebocoran membran sel bakteri Staphylococcus aureus. Metode: Penelitian eksperimental ini meliputi pengumpulan sampel dedak padi, determinasi tumbuhan, karakterisasi simplisia, dan ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Skrining fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa aktif, sedangkan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram (Kirby-Bauer) pada konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 50%, 70%, dan 80%. Mekanisme kebocoran membran sel diuji melalui pengukuran kebocoran asam nukleat, protein (spektrofotometer UV-Vis), serta ion logam Ca²⁺ dan K⁺ (spektrofotometer serapan atom/AAS). Data dianalisis secara statistik dengan SPSS. Hasil Penelitian: Ekstrak etanol dedak padi menghasilkan rendemen sebesar 26,38% dan mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid/steroid, serta glikosida. Uji antibakteri menunjukkan zona hambat yang termasuk dalam kategori aktivitas kuat. Selain itu, ekstrak dedak padi menyebabkan kebocoran membran sel S. aureus, ditandai dengan peningkatan absorbansi DNA, protein, serta ion Ca²⁺ dan K⁺ seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Kesimpulan: Dedak padi memiliki potensi sebagai agen antibakteri terhadap Staphylococcus aureus melalui mekanisme kebocoran membran sel. Temuan ini mendukung pemanfaatan dedak padi tidak hanya sebagai pakan ternak, tetapi juga sebagai sumber senyawa bioaktif antimikroba.
Mumps is a contagious viral disease transmitted through respiratory droplets and close contact. It can cause symptoms like fever and salivary gland swelling. Despite the MMR vaccine, which offers partial … Mumps is a contagious viral disease transmitted through respiratory droplets and close contact. It can cause symptoms like fever and salivary gland swelling. Despite the MMR vaccine, which offers partial protection, outbreaks persist, especially in college-aged individuals. Epidemiological models can aid in identifying effective prevention strategies for controlling mumps transmission. This paper proposes a mathematical model for mumps spread, considering quarantined individuals and complications. A global stability analysis of the mumps transmission model was performed, considering mortality and quarantine subpopulation. The Disease Free Equilibrium and Endemic Equilibrium Point are globally stable, confirmed by Lyapunov functions. Sensitivity analysis of the basic reproduction number shows that reducing birth rates and contact between infected and susceptible individuals effectively minimizes the infected population. However, increasing the natural death rate can reduce the total population, which may lower infections, but poses potential social and economic challenges for decision-makers.
Abstract: This research aims to determine the effect and the appropriate dosage of MKP organic fertilizer on the growth and production of red onion plants (Allium ascalonicium L). The research … Abstract: This research aims to determine the effect and the appropriate dosage of MKP organic fertilizer on the growth and production of red onion plants (Allium ascalonicium L). The research was conducted from November 2023 to January 2024 in Huta I Sirube-rube, Dolok Pardamean District, Simalungun Regency, at an altitude of 1400 m above sea level. The research used a non-factorial Completely Randomized Design (CRD). The factor of MKP fertilizer application consists of 5 treatment levels, namely: M0=Without treatment (control) M1=100Kg/ha, (20g/plot) M2=150Kg/ha, (30g/plot) M3=200Kg/ha, (40g/plot) and M4=250Kg/ha, (50g/plot). The parameters observed in this study include: Plant Height (cm), Number of Leaves (strands), Fresh Tubers Weight per Plant (g), Fresh Tubers Weight per Plot (Kg), and Dry Tubers Weight per Plot (Kg). The observation results were analyzed using analysis of variance at a 5% confidence level. The research results show that the application of MKP organic fertilizer has a significant effect on plant height at 2 and 6 MST, fresh tuber weight per plant, fresh tuber weight per plot, and dry tuber weight per plot, but has no significant effect on plant height at 4 MST and the number of leaves. The treatment of MKP organic fertilizer M4 250 kg/ha (50 g/plot) showed the highest plant heights at 2, 4, and 6 MST, which were 10.75 cm, 20.25 cm, and 32.50 cm, respectively. It also resulted in the highest number of leaves at 2, 4, and 6 MST, which were 16.67 leaves, 22.67 leaves, and 28.75 leaves, respectively. The heaviest fresh tuber weight per plant was 77.89 g, the heaviest fresh tuber weight per plot was 2.69 kg, and the heaviest dry tuber weight per plot was 2.50 kg.
Nutmeg has considerable potential to enhance the local economy, especially in the Papua region, where it is primarily cultivated in the Fakfak Regency and commonly known as Fakfak Nutmeg. One … Nutmeg has considerable potential to enhance the local economy, especially in the Papua region, where it is primarily cultivated in the Fakfak Regency and commonly known as Fakfak Nutmeg. One of the major challenges in nutmeg cultivation is the extended seed germination period, which limits the availability of high-quality planting materials. Typically, untreated nutmeg seeds germinate within 2 to 3 months after planting, whereas scarified seeds germinate more quickly, in approximately 1.5 months. This study aimed to evaluate the effects of different growth media and seed coat scarification on nutmeg seed germination. A randomized factorial design was employed, with seed coat treatment and growth medium. The observed variables included germination percentage, germination rate, peak value, average daily germination, seedling height, number of leaves, number of roots, and stem weight. The results showed that scarification had a significant effect on germination, particularly in terms of germination percentage, average daily germination, germination rate, and peak value. However, it did not significantly affect other growth parameters such as seedling height, number of leaves, number of roots, or stem weight. No significant differences in germination performance were observed between sand and soil media.
Glycine max (L.) Merrill, varietas kedelai yang unik ini dipanen sebagai sayuran sementara bijinya masih muda. Budidaya edamame (Glycine max (L.) Merrill) di lahan gambut dapat dipengaruhi oleh penggunaan berbagai … Glycine max (L.) Merrill, varietas kedelai yang unik ini dipanen sebagai sayuran sementara bijinya masih muda. Budidaya edamame (Glycine max (L.) Merrill) di lahan gambut dapat dipengaruhi oleh penggunaan berbagai amelioran dan konsentrasi mikro pupuk. Meningkatkan kesuburan tanah dan memberi tanaman edamame lebih banyak mikronutrien. Studi ini bertujuan untuk menentukan bagaimana berbagai tingkat mikrofertilizer dan amelioran mempengaruhi pertumbuhan dan hasil edamame pada tanah gambut. Studi ini dilakukan sebagai unit pelaksana teknis di Unit Pelaksana Agribisnis (UPT) di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Pontianak dari Maret hingga Mei 2023. Studi ini dilakukan dengan menggunakan rancangan blok lengkap teracak faktorial yang terdiri dari dua bagian. Jenis perlakuan perbaikan, yaitu pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, dan kompos tandan kelapa sawit yang tidak digunakan, merupakan faktor pertama. Faktor kedua adalah konsentrasi mikro pupuk 0,100 g/L, 0,125 g/L, 0,150 g/L, dan 0,175 g/L, selain kelompok kontrol tanpa mikro pupuk. Selama setiap sesi terapi, ini diberikan tiga kali. Menurut penelitian, tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan mikrofertilizer dan berbagai amelioran. Perlakuan yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman edamame adalah pupuk kandang sapi sebagai amelioran pada 2 dan 3 minggu setelah penanaman (WAS). Meningkatkan berat kering edamame dapat dicapai dengan dosis mikrofertilizer 0,175 g/L. Kata kunci: amelioran, edamame, gambut, pupuk mikro
[SEED GERMINATION AND FLAVONOID CONTENT OF SORGHUM EXTRACTS UNDER DIFFERENT LEVELS OF DROUGHT STRESS]. Weeds are one of the major challenges in agricultural cultivation systems, as they can reduce crop … [SEED GERMINATION AND FLAVONOID CONTENT OF SORGHUM EXTRACTS UNDER DIFFERENT LEVELS OF DROUGHT STRESS]. Weeds are one of the major challenges in agricultural cultivation systems, as they can reduce crop productivity. One strategy to enhance the production of secondary metabolites in sorghum plants is the application of abiotic stress, such as drought. This approach not only has the potential to produce high-quality extracts but also supports the development of effective bioherbicides. This study aims to analyze the effects of drought stress on flavonoid content and the allelopathic properties of sorghum. The research was conducted from June to August 2024 in the Greenhouse of Bengkulu University, with bioassay tests performed in Pematang Gubernur, Muara Bangkahulu, Bengkulu City. The study employed a single-factor completely randomized design (CRD) using two sorghum varieties, Super 1 and Suri 4. The drought stress treatments included three levels of watering frequency: daily, once every three days, and once every five days. The bioassay was conducted using the petri dish method, where each petri dish was treated with 10 mL of sorghum aqueous extract, 25 mung bean seeds were sown, and incubation was carried out for three days. The results showed that the highest total flavonoid content was found in the Super 1 variety with watering every five days (4067.01 µg/g), while the lowest was observed in the Suri 4 variety with daily watering (2948.07 µg/g). The highest seed germination inhibition was recorded in both Suri 4 and Super 1 varieties under the five-day watering interval. These findings indicate that the Super 1 and Suri 4 sorghum varieties subjected to drought stress can serve as potential bioherbicide sources for sustainable weed management.
The growth of red chili plants (Capsicum annuum L.), is impacted by both environmental factors and nutrition availability. Ecoenzymes have the ability to lower global warming and meet plant nutrient … The growth of red chili plants (Capsicum annuum L.), is impacted by both environmental factors and nutrition availability. Ecoenzymes have the ability to lower global warming and meet plant nutrient needs. The research was conducted to analyze the vegetative growth of red chili plants after being given ecoenzyme treatment and gradual watering. Red chili seeds are sown for 4 weeks, then transferred to polybags. The research used a two-factor factorial randomized block design method, namely administering ecoenzymes with a concentration of 0%; 0,5%; 1%; 1,5% and watering gradually by giving water every day; twice a day; once in three days. Every combination of treatments was carried out three times. The study's findings demonstrated that, two weeks after seeding, an ecoenzyme concentration of 1,5% could provide the maximum germination capacity (90%) of any concentration. Age 12 Weeks After Planting in polybags, the maximum plant height (70,16 cm) at 0% ecoenzyme concentration and daily watering; the quantity of primary branches (10,78 branches) at 1,5% ecoenzyme concentration and daily watering. Age 16 Weeks After Planting, the largest leaf area (105,13cm2) measured using Image-J when applying an ecoenzyme concentration of 0% and watering every day (control); root length (28,33cm) in the treatment of 1,5% ecoenzyme concentration and watering every three days; The shoot dry weight was the greatest (3,29 g) and the root dry weight was the greatest (0,67 g) when the ecoenzyme concentration was 1.5% and watered every day. Treatment with an ecoenzyme concentration of 1.5% and daily watering exerts the best influence on the growth of red chili plants. Keywords: Liquid fertilizer, leaf area and image-J
Cayenne peppers (Capsicum annuum L.) are horticultural commodities with high economic value and increasing market demand, both for household consumption and large-scale processing industries. However, cayenne pepper productivity in Indonesia … Cayenne peppers (Capsicum annuum L.) are horticultural commodities with high economic value and increasing market demand, both for household consumption and large-scale processing industries. However, cayenne pepper productivity in Indonesia remains relatively low, partly due to the limited availability of fertile land. One potential solution to this problem is the utilization of marginal lands, including ultisols. Ultisols possess chemical characteristics that are less favorable for optimal plant growth, such as low pH, poor nutrient content, and high aluminum saturation. There fore, this study aimed to obtain information on cayenne pepper genotypes that can adapt well and produce optimally on ultisols. The research was conducted at the Experimental Garden of the Faculty of Agriculture, University of Bengkulu, from May to October 2023, using a Randomized Complete Block Design (RCBD) with three replications. Observed parameters included plant height, first dichotomous height, stem diameter, number of dichotomous points, total leaf area, shoot dry weight, stomatal density, days to first harvest, number of fruits per plant, fruit length and diameter, fruit weight per plant, and percentage of marketable fruits. Data were analyzed using ANOVA at a 5% significance level and followed by Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) at the same level. The results indicated significant differences among genotypes in most growth and yield parameters. The genotypes ‘Iggo’ and ‘Lajang’ exhibited superior performance, with the highest dry biomass weight and the highest fruit weight per plant. These findings suggest that the ‘Iggo’ and ‘Lajang’ genotypes hold strong potential for cultivation on Ultisol soils to support sustainable national cayenne peppers production improvement.
Sorghum is an ancient grain that has good performance and adaptation in extreme condition. The crop is a stress-resilient crop with highly productive NADP-ME type C4 photosynthesis and highly efficient … Sorghum is an ancient grain that has good performance and adaptation in extreme condition. The crop is a stress-resilient crop with highly productive NADP-ME type C4 photosynthesis and highly efficient nitrogen and water utilization. Sorghum also requires relatively less water than other important cereals such as maize and wheat. Sorghum cultivation is very suitable to be carried out in Sumbawa Regency because it has the characteristic of low rainfall. The most common obstacle that occurs in sorghum cultivation is not being able to maximize plant genetics and existing nutrients, so that plant yields are low. One of them is by applying organic fertilizer. The interest in the use of organic fertilizers is increasing due to polluting effects of chemical fertilizers in the aerial and soil environment and gradual decline in the soil fertility. The aim of this study was to determine the yield of plants with different doses of organic fertilizers and sorghum varieties in Sumbawa Regency. This research used Split Plot Design consisting of two plots. The main plot three sorghum varieties were evaluated including V1 = Bioguma, V2 = GBE Methane, and V3 = Sweetbetty. The subplot is the application of solid organic fertilizer including T0 = control, T1 = 50 g plant-1, T2 = 100 g plant-1, and T3 = 200 g plant-1. This study had 3 replications and 36 experimental units. The results show that organic fertilizer application doses can cause significant differences in root weight, dry weight, fresh weight, grain weight/plant, weight 1000 grains, productivity, panicle length, and flowering age. Then, different types of sorghum also cause significant differences in grain weight per plant, weight of 1000 grains, and productivity. The best productivity is found at 200 g plant-1 of organic fertilizer. Optimal fertilizer application produces better grain.
The numerous rivers and high rainfall in West Sumatra often lead to flooding, which affects several land uses such as settlements, plantations, and agriculture. During floods, water transports various materials … The numerous rivers and high rainfall in West Sumatra often lead to flooding, which affects several land uses such as settlements, plantations, and agriculture. During floods, water transports various materials from upstream to downstream, such as sand, mud, and clay, which are deposited in certain riverbanks. This study aimed to examine the soil fertility characteristics in the floodplain area. The method used in this research was a survey method with purposive random sampling at two soil depths: 0 – 30 cm and 30 – 60 cm. Samples were taken from two land uses: dryland agriculture and wetland agriculture. The parameters analyzed were texture, organic carbon, bulk density, total pore space, pH in H2O, available P, total N, and exchangeable potassium. The results of the study for each parameter showed that the soil texture in dryland agriculture was sandy loam, while in wetland agriculture, it was clay loam. Organic carbon was classified as low (1.31%–1.62%). Wetland soils had higher porosity (57.67%–61.40%) and lower bulk density (1.01–1.10 g/cm³) compared to dryland soils. Soil pH was acidic (4.52–4.95). Available P, total N, and exchangeable potassium were higher in wetland soils than in dryland soils. In conclusion, the results of the study indicate that the soil properties, both physical and chemical, in wetland agriculture were better than in dryland agriculture, although no significant differences were found.
This study aims to evaluate the growth response of crystal guava (Psidium guajava L.) plants to the application of NPK 16-16-16 fertilizer doses and types of planting media in sandy … This study aims to evaluate the growth response of crystal guava (Psidium guajava L.) plants to the application of NPK 16-16-16 fertilizer doses and types of planting media in sandy soil. The study was conducted for five months (August 2024–January 2025) at Campus III Land, Muhammadiyah University of Palangka Raya. The method used was a two-factor Randomized Block Design (RAK) Factorial with four replications. The first factor was the dose of NPK fertilizer (10, 20, 30, and 40 g/plant), and the second factor was the planting media (soil + manure + sawdust and soil + manure + rice husk charcoal). The parameters observed included plant height, number of leaves, and stem diameter. The results showed that the administration of NPK 16-16-16 had a very significant effect on the three growth parameters. The optimal dose for plant height and stem diameter was 20 g/plant, while the optimal number of leaves was at a dose of 40 g/plant. Rice husk charcoal planting media gave better results than sawdust. There was no interaction between fertilizer and planting media on all